Sebelum era Messi, Neymar, dan Mbappé, ada satu winger mungil asal Prancis yang sering jadi mimpi buruk bek lawan: Ludovic Giuly. Posturnya pendek, tapi kecepatannya bikin bingung. Gak banyak orang bahas dia sekarang, tapi di awal 2000-an, Giuly adalah salah satu mesin serangan paling lincah di Eropa. Dari AS Monaco sampai Barcelona, Giuly buktikan bahwa lo gak butuh badan besar buat bikin impact besar.

Awal Karier: Si Kecil dari Lyon
Ludovic Giuly lahir 10 Juli 1976 di Lyon, Prancis. Tapi alih-alih memulai karier profesional di klub kota kelahirannya (Olympique Lyonnais), dia justru debut di Olympique Alès sebelum akhirnya benar-benar naik nama saat gabung dengan AS Monaco di tahun 1998.
Waktu itu, Giuly langsung mencuri perhatian karena gaya mainnya beda. Dia kecil, cepat, agresif, dan punya skill dribble yang bikin lawan frustrasi. Bahkan pelatih legendaris Jean Tigana langsung percaya sama dia dan ngasih tempat inti di lini depan Monaco.
Era Keemasan di AS Monaco
Bersama Monaco, Giuly bukan cuma mesin serangan—dia jadi kapten tim. Dan gak main-main, dia bawa tim ini ke final Liga Champions 2004. Iya, Monaco. Klub yang bukan langganan elite Eropa bisa sampai final karena Giuly, Pršo, Morientes, dan kawan-kawan mainnya gila-gilaan.
Giuly punya peran penting di tiap laga krusial. Dia cetak gol lawan Real Madrid di perempat final dan tampil dominan lawan Chelsea di semifinal. Sayangnya, di final lawan Porto (timnya José Mourinho), dia cedera dan harus diganti di babak pertama. Monaco kalah, dan itu jadi titik balik karier Giuly.
Barcelona: Bintang Pendukung yang Vital
Setelah performa gokil di Monaco, Barcelona datang ngeborong dia tahun 2004. Era itu Barca lagi dibangun ulang di bawah Frank Rijkaard. Datanglah Ronaldinho, Deco, Edmílson, dan Giuly. Dalam sistem 4-3-3 klasik, Giuly ditempatkan di sayap kanan.
Meskipun ada Ronaldinho yang jadi pusat perhatian, Giuly punya peran penting. Dia jadi pelari tanpa lelah yang buka ruang buat Ronaldinho dan Eto’o. Bahkan sebelum Messi naik daun, Giuly adalah starter utama di posisi kanan.
Musim 2005/2006, Barcelona juara Liga Champions dan La Liga. Meski di final UCL lawan Arsenal dia gak jadi starter, Giuly adalah sosok yang bantu Barca tembus final, termasuk cetak gol penting lawan AC Milan di semifinal leg kedua. Dan lo tahu siapa yang duduk di bangku cadangan waktu itu? Messi muda, yang baru naik ke tim utama dan harus gantian posisi sama Giuly.
Digantikan Messi: Pergeseran Era
Kedatangan dan meledaknya Lionel Messi bikin posisi Giuly mulai tergusur. Tapi bukan karena performa dia jelek—Messi emang monster yang siap ambil alih panggung dunia.
Giuly, yang udah 30 tahun waktu itu, tahu waktunya buat cabut dan cari menit bermain. Dia akhirnya pindah ke AS Roma tahun 2007, lanjut lagi ke Paris Saint-Germain, sebelum akhirnya balik ke Monaco dan pensiun di Lorient.
Gaya Main: Lincah, Gesit, dan Bikin Pusing
Giuly bukan tipe winger yang hobi freestyle atau banyak gaya. Dribble-nya simpel, tapi efektif. Dia lebih suka sprint, cut inside, dan kasih crossing atau tembakan cepat. Meski tinggi badannya cuma sekitar 1,64 meter, dia punya akselerasi luar biasa dan stamina tinggi.
Yang bikin dia sering dipakai pelatih top: dia ngerti ruang. Giuly paham kapan harus masuk ke kotak penalti, kapan harus tetap melebar. Dia bukan cuma cepat, tapi juga cerdas secara taktik.
Timnas Prancis: Sayangnya, Gak Maksimal
Ironisnya, meskipun dia sukses di klub, karier internasionalnya gak semoncer yang orang harapkan. Dia debut di timnas Prancis tahun 2000, tapi gak pernah benar-benar jadi pilihan utama. Zidane, Henry, Wiltord, Pires… saingannya berat.
Giuly cuma dapat 17 caps dan gak masuk skuad Piala Dunia 1998 maupun 2006. Banyak fans yang bilang dia layak dapat tempat, tapi pelatih punya pandangan beda. Salah satu momen pahit: dia sempat ngambek karena gak dipanggil dan absen lama dari timnas.
Pasca Pensiun: Masih Dekat dengan Sepak Bola
Setelah gantung sepatu, Giuly gak langsung hilang. Dia tetap aktif di dunia sepak bola sebagai komentator, ambassador, dan sempat terlibat di akademi Monaco. Meski gak seekspresif pemain lain di media, dia tetap dihormati sebagai salah satu winger underrated terbaik yang pernah dimiliki Prancis.
Dan buat fans Barcelona lama, nama Giuly pasti selalu bikin nostalgia: masa ketika Ronaldinho berjaya, dan Giuly adalah rekan setia yang kerja diam-diam di sisi kanan.
Kesimpulan: Giuly, Winger Kecil yang Punya Dampak Besar
Ludovic Giuly mungkin gak pernah menang Ballon d’Or atau cetak 30 gol semusim, tapi dia adalah contoh pemain yang tahu peran dan main dengan maksimal. Dia bukan superstar utama, tapi tanpa dia, banyak tim besar gak bakal sampai ke final, apalagi juara.
Dia adalah bukti bahwa kerja keras, kecepatan, dan cerdas baca permainan bisa bikin lo tetap relevan—meskipun tubuh kecil dan spotlight sering ke pemain lain.